Arti Sebuah Kata “SAHABAT”



Pagi itu Reen tergesa-gesa menuju sekolahnya, SMU Harapan 1. Tadi malam ia begadang semalam suntuk hanya untuk membuat special surprise buat Acha sahabatnya. Hari ini Acha berulang tahun dan Reen memang sengaja tidak mau mengucapkan selamat ke Acha. Dia ingin melihat wajah terkejut Acha nanti sore.
Reen dan Acha memang masih baru bersahabat. Mereka dekat sejak mereka mulai menginjakkan kaki sebagai siswa kelas sepuluh di SMU Harapan 1. Sekarang sudah mendekati akhir tahun pertama. Itu artinya mereka akan segera menjadi siswa kelas sebelas (itu juga kalau mereka naik kelas, hehehe). Persahabatan antara Reen dan Acha memang sudah jadi rahasia umum. Meski tak setiap hari mereka kemana-mana bersama namun sering kali mereka berangkat bersama dan duduk bersebelahan saat di kelas (itu mah karena absen mereka sebelahan). Namun setiap mereka terlihat tidak sedang bersama pasti teman-teman mereka yang lain menanyakan di mana salah satu dara mereka.
Setibanya di sekolah, Reen mendapati Acha tengah duduk termenung dan terlihat pucat di bangkunya. Reen mendekatinya dan menanyakan apa yang terjadi pada Acha, dan Acha hanya tersenyum lemah dan menjawab bahwa ia baik-baik saja. Karena Reen belum sempat sarapan dan menganggap Acha memang baik-baik saja, Ia pun menuju kantin meninggalkannya sendiri.
Seusai menyantap sarapannya di kantin Reen kembali ke kelasnya karena bel asuk meang sudah berbunyi. Sesampainya di kelas Ia mengikuti pelajaran seperti biasa. Namun dilihatnya Acha yang duduk di sebelahnya terlihat tanpa semangat dan semakin pucat. Ia sentuh pundak Acha dan menanyakan keadaanna apakah benar-benar baik, dan Acha hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman yang agak dipaksakan. Reen pun kembali menyimak pelajarn yang tengah berlangsung.
Tanpa disadari Reen, Acha tengah menulis sesuatu di dalam buku hariannya. Ia ungkapkan si hatinya yang terdalam. Hari ini Ia sebenarnya memang sakit namun Ia tidak ingin terlihat lemah sehiga Ia memaksakan diri agar tetap terlihat sehat dihadapan Reen dan teman-temannya. Tak lagi mampu diperhatikannya pelajaran hari itu. Ia terus mengisi buku hariannya dengan curahan hatinya hingga bel istirahat pun berbunyi. Ia lalu menutup buku hariannya dan menaruhnya di locker-nya.
Saat istirahat Reen lupa pamit pada Acha jika Ia harus segera menuju perpustakaan untuk mengumpulkan referensi untuk makalah dan artikelnya mengenai penyakit kanker serviks. Ia sibuk mencari di perpustakaan sekolah. Ia tak menghiraukan beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Tiba-tiba saat Ia tengah sibuk mencatat hasil pencariaannya ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk dari Indy teman sekelasnya. Diangkatnya panggilan itu dan terdengar suara panik Indy di seberang. Indy mengabarkan bahwa Acha pingsan dan sekarang berada di UKS. Dengan panik Reen segera menutup buku referensi dan laptopnya. Ia segera bergegas menuju ke UKS. Ia sangat mengkhawatirkan kadaan Acha sahabatnya.
Sesampainya di UKS, tanpa mengetuk pintu, Ia langsung saja masuk dan mendapati Acha terbaring lemah di sebuah bed yang ada di situ. Ia sangat trkejut. Di dekatinya Acha dan Ia belai rambutnya. Acha terlihat sangat pucat dan kulitnya juga dingin. Ia pegang tangan Acha yang dingin. Terdengar hembusan nafas tenang Acha. Reen terduduk lemah di sampingnya. Acha belum juga siuman hingga sang dokter yang dipanggil oleh pihak sekolah tiba dan mulai memeriksanya. Saat itu juga bel untuk pelajaran selanjutnya berbunyi. Meski berat, Reen pun meninggalkan Acha untuk kembali ke kelasnya dan mengikuti pelajaran selanjutya.
Di kelas, Reen tak bisa berkonsentrasi penuh pada pelajaran. Ia terus memikirkan keadaan Acha. Ia menyesal karena tidak tanggap akan keadaan sahabatnya. Sebenarnya ia sudah mengira sejak tadi pagi. Ia sudah merasakan jika hari itu Acha sedang tidak sehat. Namun karena Acha mengatakan baik-baik saja maka Ia percaya jika Acha memang baik-baik saja. Pikirannya terus saja terpusat pada Acha hingga bel isoma berbunyi. Ia segera menutup buku pelajarannya dan bergegas ke UKS.
Setibanya di UKS Ia melihat pintu UKS sedikit terbuka. Ia mengurungkan niatnya untuk langsung masuk, Ia mengintip sedikit ke dalam dan dilihatnya Acha sudah sadar dan tengah bersenda gurau bersama Cindy dan Sisy. Dilihatnya juga buku harian Acha tergeletak di sampingnya. Reen bisa sedikit bernapas lega melihat Acha sudah bisa tertawa riang lagi. Ia tak jadi masuk karena takut mengganggu keasikan mereka. Reen pun berjalan santai menuju perpustakaan. Ia kembali melanjutkan makalah mengenai kanker serviks-nya.
Saat kembali ke kelas, Ia mendapati Acha sudah duduk di bangkunya. Ia tersenyum lega dan kemudian berjalan santai menuju bangkunya sendiri. Ia mulai membuka novelnya dan dibacanya. Acha tba-tiba berdiri dan mengejutkan Reen. Reen pun menanyakan kemana Acha akan pergi, mengingat kondisi tubuh Acha yang belum terlalu baik. Acha mengatakan ingin ke toilt. Saat Reen menawarkan diri tuk mengantarkannya Acha hanya tersenyum dan mengatakan tidak usah karena dia bisa sendiri. Reen pun menganggukan kepala dan tersenyum serta bepesan tuk berhati-hati.
Saat Acha tengah berada di toilet, ia mendapati buku harian Acha terbuka. Iseng-iseng diambilnya dan dibacanya meski Ia tahu itu tidak sopan karena membaca privasi orang lain. Di halaman itu terdapat tulisan “Ya Tuhan aku merasakan ada yag tidak beres pada tubuhku hari ini. Aku tahu dan sadar jika aku sakit. Namun tak seorang pun peduli padaku termasuk sahabatku. Mereka semua mengacuhkanku kecuali Anastasya Cindy dan Sisy Saputri. Baiklah jika kamu memang seperti ini, aku tidak akan menganggapmu lebih dari seorang teman.
Reen sangat terpukul membacanya. Ia tak menyangka sepicik itu jalan pikiran Acha. Ia sangat emosional. Antara kecewa, sedih, dan terpukul akan apa yang baru saja di bacanya. Saat itu pula Acha masuk dan melihat Reen memegang buku hariannya. Ia menjadi salah tingkah. Ia terlihat ketakutan. Saat Acha tiba di bangkunya, Reen hanya terdiam dan menyerahkan buku hariannya. Ia bangkit dan meninggalkan Acha yang masih duduk dibangkunya. Saat Reen mulai menjauh Acha bangkit dan mengejarnya. Diraihnya tangan Reen dan diucapkannya permintaan maafnya. Reen menepis lembut tangan Acha lalu mengucapkan terimakasih untuk semuanya. Ia pun lalu belari sekencang-kencangnya karena tidak ingin menangis di hadapan Acha.
Acha mengejar Reen dan Reen terus berlari menuruni tangga. Pada anak tangga kedua dai atas kaknya tersandung sesuatu hingga ia limbung dan jatuh terguling hingga anak tangga terbawah. Acha yang melihat kejadian itu langsung berteriak dan menuruni tangga itu. Darah segar mengalir dari pelipis, hidung, dan ujung bibir Reen yang sudah tak sadarkan diri. Acha menangis histeris sambil berteriak minta tolong. Para satpam datang tergopoh-gopoh dan segera membawa Reen ke UKS. Salah satu dari mereka menghubungi ambulans. Di UKS sembari menunggu tibanya ambulans, luka Reen dibersihkan oleh petuga yang ada di UKS.
Saat ambulan tiba, Reen segera di gotong masuk ambulans dan di rujuk ke rumah sakit terdekat. Darah di kepalanya masih terus mengalir. Acha sangat histeris. Ia menangis di pelukan Mrs. Kimmy, wli kelasnya. Acha segera menghubungi keluarga Reen dan menginformasikan mengenai apa yang baru saja terjadi.
Setelah kejadian itu smua siswa dipulangkan lebih awal. Di rumah, Acha terus mengkhawatirkan keadaan Reen. Ia menyesal karena Ia lah penyebab kejadian ini. Namn ia juga masih sebal engan sikap cuek Reen padanya seharian ini. Saat iatengah menangis di kamar, ponselnya berdering tanda ada panggian masuk. Panggilan itu dari Alvin kakak Reen. Segera diangkatnya panggilan itu dengan perasaan tegang. Pada panggilan itu Alvin mengabarkan bahwa Reen tak tertolong lagi karena Ia sudah kehilangan banyak darah. Acha tak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia sangat terpukul dan menyesal.
Pada saat itu pula bel rumahnya berbunyi. Karena Ia berada di rmah sendirian Ia pun membukakan pintu. Ada sebuah paket untuknya. Saat dibuka ternyata itu adlah sebuah scrapbook yang berisi foto-foto dirinya dengan berbagai ekspresi dalam berbagai kondisi. Ia sangat terpukau melihatnya. Di belakang ada sebuah tanda pengenal dari pengirimnya yang berbunyi  :
Happy Birthday my bestfriend. Semoga hadiah ini mampu mengingatkanmu akan semua hal yang telah kamu lalui satu tahun terakhir ini. Semoga ini juga dapat membuat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku sayang sama kamu Nayshilla (Acha). Meski bukan aku sendiri yang menyerahkan ini namun aku ingin kau selalu mengingatku. Be cheerful and be the best yaa Cha... pokoknya ndak boleh sedih. Aku sayang kamu dan akan selalu sayang sama kamu sahabatku.
By : Verina Salsabilla”
Acha menangis sejadi-jadinya. Ia tak menyangka kalau ia telah menyia-nyiakan sahabat yang sangat menyayanginya. Orang yang selalu ada untuknya. Ia telah membuat sahabatnya pergi karena curahan hatinya yang terlalu emosional tanpa pemikiran jenih. “Selamat tinggal sahabat terbaiku. Maafkan aku yang selama ini salah menilaimu. Aku sangat menyayangimu. Terimakasih atas semua perhatian dan kasih sayangmu.” Ucapnya dalam hati. Ia memeluk scrapbook pemberian Reen dan air matapun semakin deras mengalir di pipinya.
-SELESAI-

Comments

Popular posts from this blog

Kenalkan Dunia Baca pada Anak Sejak Dini

5 Budaya Khas China yang Wajib Kamu Ketahui

Review Novel "TESMAK"